Simbol-simbol Filosofis Rumah Adat Toraja

Berikut ini, saya akan membagi pengetahuan kepada Anda mengenai arti dari simbol-simbol filosofis rumah Toraja. Ukiran-ukiran rumah adat yang saya dokumentasikan dan ceritakan didapat bukan dari obyek wisata terkenal, melainkan saya lihat saat berkunjung ke desa yang menjadi wilcah (wilayah pencacahan) survey MBS.

Ya, siapapun tahu kalau Indonesia itu unik. Keunikannya dapat ditemukan pada ragam budaya tua yang tersebar di berbagai daerah di Indonesia. 

Sebagai salah satu budaya tertua di Indonesia, Toraja memiliki kekayaan berupa artefak simbolik yang masih terjaga hingga kini. Salah satunya budaya ukiran pada dinding rumah adat. Bentuk ukirannya bermacam-macam, ada yang berbentuk hewan, tumbuhan dan benda-benda langit, seperti matahari. 

Bentuk-bentuk ukiran yang berpuluh jumlahnya, seakan-akan ingin menyampaikan pesan kepada kita. Pesan filosofis, bahwa kehidupan manusia senantiasa berdampingan dengan alam dan semesta kandungannya.


Pa'Tanduk Re'Pe. 2011.

Pertama, mari kita mulai dengan Pa’Tanduk Re’Pe (lihat gambar pertama) yang Berarti Tanduk kerbau. Ukiran ini memiliki ukiran garis melengkung simetris. Terdapat dua kurva menurun yang dimaksudkan sebagai lambang tanduk kerbau. Secara filosofis dikatakan bahwa untuk mendapatkan kehidupan yang lebih baik dan meninggikan status social seseorang harus bekerja keras.


Pa'Bunga. 2011. 

Yang kedua adalah Pa'Bunga. Ukiran ini berbentuk seperti bunga, yang secara universal dapat diartikan sebagai symbol keindahan, dan bunga selalu mempunyai keharuman. Bagi orang Toraja, ukiran bunga itu menunjukkan juga pada bunga Rangka, yang mempunyai arti hasil dari suatu kerja keras. Makna filosofis yang dipantukan dalam ukiran ini adalah bahwa popularitas seseorang harus didasarkan pada pengetahuan dan perilakunya yang baik, yang wanginya mengharumkan banyak orang.


Pa'Kadang Pao. 2011. 

Selanjutnya adalah Pa'Kadang Pao. Ukiran ini menggambarkan garis saling terkait, melambangkan  juga akan pentingnya kerja keras. Kata Pao berarti mangga, sedangkan kata ‘Kadang’ berarti kait. Dapat diartikan kalau ukiran pada gambar diatas melambangkan refleksi dari kerjasama yang baik dalam mencari nafkah. Karena ‘Kadang’ atau Kait tidak dapat menjerat mangga tanpa bantuan tangan manusia. Selain melambangkan kerjasama manusia, ukiran ini juga menggambarkan kebutuhan untuk kejujuran dalam mendapatkan barang-barang rumah tangga.


Pa'Manuk Londong. 2011.

Gambar yang terakhir adalah Pa'Manuk Londong. Bentuk ukiran ini digambarkan dengan seekor ayam. Menurut kepercayaannya nenek moyang orang Toraja, ayam adalah hewan yang paling sering digunakan sebagai persembahan kepada para dewa. Kinipun, ayam dijadikan prasyarat dalam upacara penguburan dan juga digunakan dalam sabung ayam. Secara tradisional, orang Toraja melihat ayam sebagai makhluk yang cerdas dan bijaksana yang berfungsi untuk menandai matahari terbit dan terbenam, selain itu ayam memiliki daging yang dapat dimakan. Makna filosofis yang ingin disampaikan kepada kita adalah begitu pentingnya menjadi orang bijak dan mudah beradaptasi dengan lingkungan.

Nah, demikianlah informasi mengenai filosofis ukiran rumah adat Toraja. Bagi Anda yang tertarik mempelajari dan melihat lebih dekat silahkan saja datang ke Tana Toraja. Dan untuk melihat ukiran-ukiran rumah tersebut, Anda tidak mesti datang ke obyek wisata yang sudah terkenal. Karena ukiran dinding rumah adat Toraja bisa ditemukan pada perkampungan biasa. Seperti apa yang saya katakan paragraph awal.

Jejak Sejarah: Fort Rotterdam di Makassar


Foto Bersama Tim MBS Sulawesi Selatan, 2011.

Bila datang ke Makassar sempatkanlah untuk melongok ke dalam benteng Rotterdam. Banyak informasi sejarah tentang masa lalu yang kita dapat. Mengunjungi salah satu dari sekian banyak tempat wisata sejarah di Sulawesi Selatan menjadi pengalaman berharga bagi saya dan teman-teman yang tergabung dalam tim MBS Sulsel 2010.

Benteng Rotterdam yang sekarang dikenal dengan nama Benteng Makassar, adalah salah satu peninggalan sejarah keperkasaan kerajaan masa lalu Sulawesi Selatan. Kerajaan Gowa yang merupakan kerajaan yang sangat kuat dan berjaya pada abad XVII, dengan kota perniagaannya Makassar. Kerajaan Makassar pada masa itu dilihat dari arah laut adalah sebuah wilayah yang dilengkapi dengan perbentengan. Kerajaan ini mempunyai 17 benteng yang melindungi ibukota Makassar dan sekitarnya.

Pada tahun 1677 ketika kekuatan Gowa dikalahkan oleh Belanda, semua benteng dimusnahkan kecuali benteng Rotterdam. Sedangkan benteng Somba Opu setelah dua tahun kemudian dihancurkan secara total oleh Belanda.

Benteng Rotterdam sejak awal dibangun oleh Raja Gowa X pada tahun 1545 yang bernama “Imarigau Daeng Bonto Karaeng Lakiung”, yang juga terkenal dengan nama “Tunipallangga Ulaweng”.

Bentuk dasar benteng ini adalah segi empat dengan gaya arsitektur Portugis. Terbuat dari tanah liat, dengan model yang sama dengan benteng-benteng di Eropa pada abad XVI dan XVII, dengan tambahan tonjolan keluar yang melekat pada bentuk dasar benteng, yang mirip dengan bentuk penyu.
Selama masa pendudukan Belanda benteng ini dibangun kembali dan diberi nama “Fort Rotterdam”. Pada masa itu benteng menjadi pusat pemerintahan dan perniagaan. Selama masa pendudukan Jepang, benteng ini berfungsi sebagai Pusat Studi Pertanian dan Bahasa.

Pada masa sekarang, bangunan yang ada di dalam benteng dimanfaatkan oleh Suaka Peninggalan Sejarah dan Purbakala, Taman Budaya (kesenian, pergelaran tari, musik dan lain-lain), serta museum negeri. Museum ini menggelar berbagai benda-benda bersejarah, manuskrip, patung, keramik, pakaian-pakaian tradisional, dan berbagai benda budaya lainnya dari berbagai suku bangsa di Sulawesi Selatan.






































































  • Seluruh foto dalam artikel ini merupakan dokumentasi pribadi.
  • Sumber artikel didapat dari www.kotadaeng.net

Taman Selecta Kota Malang

Tak pernah terbayangkan sebelumnya kalo saya akan ke Kota Malang. Apalagi sampai training disana. Lagi-lagi 'jalan-jalan gratis'. Sungguh menyenangkan bukan.