Masjid Kauman di Yogyakarta


SD Muhammadiyah Kauman
Para murid SD Muhammadiyah Kauman sedang bersantai
diluar halaman Masjid (2011)
Warga kota Yogyakarta boleh berbangga hati karena mempunyai begitu banyak bangunan museum dan Cagar Budaya Nasional yang bernilai historis tinggi. Salah satu Cagar Budaya Nasional bersejarah dan masih terjaga keasliannya adalah Masjid Agung atau populer dikenal dengan Masjid Gedhe Kauman. Kata 'kauman" itu sendiri mempunyai arti wilayah. Jadi, kata wilayah yang dimaksud adalah penduduk yang tinggal disekitar masjid memeluk agama islam.

Begitu bersejarahnya masjid ini, pada tahun 2010 pernah dijadikan lokasi pembuatan film "Sang Pencerah". Film tersebut merupakan film biografi yang menceritakan tentang sejarah perjuangan hidup Muhammad Darwis atau lebih dikenal dengan nama KH. Ahmad Dahlan. Beliau adalah pendiri organisasi islam Muhammadiyah. 

Letak masjid Kauman tidak begitu jauh dari Keraton Sultan Yogyakarta, persisnya disebelah barat alun-alun utara keraton. Konon ada beberapa bagian bangunan masjid ini yang dilapisi dengan emas, seperti apa yang melekat pada bagian atas gerbang masuk utamanya. Bila Anda datang ke kota Yogyakarta, sempatkan untuk berwisata religi di tempat bersejarah ini, yang dibangun pada tahun 1773.

Masjid Gedhe Kauman Yogyakarta
Gerbang masuk masjid Kauman (2011)
Prasasti Cagar Budaya Nasional
Prasasti Cagar Budaya Nasional masjid Gedhe Kauman (2011)

Desa Kuala Dua Belas di Kecamatan Tulung Selapan, Provinsi Sumatera Selatan

Desa Kuala Dua Belas
Sampan sebagai sarana transportasi utama, 2011.
Desa Kuala Dua Belas secara administratif masuk kedalam wilayah kecamatan Tulung Selapan, Kabupaten Ogan Komering Ilir (Saat ini sedang dalam persiapan pemekaran menjadi Kabupaten Kawasan Timur). Desa ini mempunyai 4 dusun sebagai Satuan Lingkungan Setempat. Dipimpin oleh seorang kepala desa dan sekretaris desa dari dua dusun yang berbeda. “Supaya adil”, ungkap salah seorang Mantri yang kami jumpai sore itu.
Memang jarak antara Dusun Satu dan dusun Dua berdekatan, hanya dipisahkan oleh hulu sungai selebar 150 meter. Dua Dusun lainnya masih jauh lagi kedalam. “Perjalanan ke dusun Tiga bisa menghabiskan waktu sekitar 40 menit, sedangkan dusun Empat masuk lebih kedalam lagi”, sang Mantri mencoba meyakinkan kepada kami. Kami percaya bahwa letak kedua dusun yang dimaksud memang jauh, karena sebelumnya sudah kami lihat didalam peta.
Untuk bisa mencapai ke desa Kuala Dua Belas, kami menyewa Speedboat dari dermaga di desa Tulung Selapan Ilir, yang juga merupakan ibukota kecamatan. Ongkosnya Rp130.000 per orang dengan waktu perjalanan normal 4 jam.
Selama perjalanan, kita akan menjumpai tumbuhan rawa, pohon sagu, dan kalau beruntung dapat melihat burung-burung endemik, seperti: Bangau atau Elang. Kami begitu menikmati perjalanannya. Pengalaman selama perjalanan seaka-akan menjadi sepadan dengan besarnya ongkos perjalanan yang dikeluarkan.
Kendati jarak desa ke pusat kecamatan sejauh 126 km. Namun toh, jarak bukanlah masalah dan menjadi hambatan. Orang-orang yang tinggal di desa Kuala Dua Belas, desa Simpang Tiga, Sungai Lumpur maupun Rantau Lurus sudah terbiasa dengan segala keterbatasan. Baik keterbatasan jaringan informasi, keterbatasan suplai listrik, keterbatasan air bersih, keterbatasan sandang/pangan maupun transportasi.
Di desa Kuala Dua Belas misalnya, ada sebuah mesin diesel kapasitas besar sebagai sumber utama penerangan. Mesin diesel tersebut milik seorang saudagar kaya yang berasal dari desa ini. Usia mesin diesel tersebut memang sudah tua, akan tetapi masih berfungsi baik dan mampu memberikan penerangan kepada sekitar 600 rumah tangga yang tersebar di 2 dusun.
Dalam operasinya, mesin ini menghabiskan bensin sebanyak 200 liter setiap harinya. Listrik mulai dialirkan ke rumah-rumah pelanggan jam 18.00 sore hingga jam 01.00 malam. Dan semuanya itu hanya ditangani oleh seorang penjaga, kebetulan anak mantu kepala desa.
Mereka yang memakai aliran listrik dikenakan biaya sebesar Rp80.000 dan harus dibayar setiap minggunya. “Bagi yang terlambat membayar, kami tidak memberikan denda apalagi sampai memutuskan aliran”, jelas seorang Penjaga yang dipercaya oleh pemilik untuk menjaga dan mengurus mesin diesel tersebut.”Yang punya mesin diesel ini kan orang kampung sini, dan bapak juga tidak mau ambil untung besar,” jawab si Penjaga ketika kami tanyakan ongkos perawatannya.
Jaringan telepon seluler hanya satu yang dapat masuk ke desa ini, yaitu jaringan XL. Itupun hanya dibeberapa tempat didalam rumah yang dapat menangkap sinyalnya. Kalau ingin lebih jelas sinyalnya, cuma satu tempatnya, yakni dibelakang perumahan penduduk, didekat rawa-rawa berair payau yang diubah menjadi tambak ikan dan udang. Bahkan dibangun pula podium setinggi 2 meter yang terbuat dari beberapa bilah papan kayu.
Hujan adalah berkah yang terindah bagi penduduk desa Kuala Dua Belas. Hujan menjadi sesuatu yang sangat berarti sekali bagi mereka. Karena Air bersih tidak ada disini. Kondisi alam yang berawa tidak memungkin bagi mereka untuk menggali sumur. Sementara air sungai warnanya begitu coklat dan berasa payau. Maka tak heran jika penduduk sangat mengandalkan air hujan. Setiap hujan, airnya mereka tampung didalam drum plastik yang berukuran besar setinggi 2 meter. Air hujan mereka gunakan untuk mandi, mencuci hingga memasak.
Penduduk yang tinggal didesa ini tidak perlu pergi ke pasar untuk berbelanja. Hari Kamis adalah hari pasar bagi mereka. Pedagang dari Tulung Selapan selalu datang tepat waktu dengan perahu besar penuh rempah-rempah, sayuran, buah-buahan, unggas, air mineral, pakaian hingga barang alat-alat rumah tangga.
Sejarah Kampung
Dari seorang Mantri desa, kami dapatkan informasi tentang awal mulanya berdiri desa Kuala Dua Belas, terutama tentang apa yang melatarbelakangi kedatangan orang Bugis. Menurutnya, ketika terjadi pemberontakan Kahar Muzakar di Sulawesi Selatan tahun 1952, banyak orang Bugis yang melakukan eksodus untuk menyelamatkan diri. Mereka yang eksodus adalah yang tidak menyetujui perjuangan Kahar Muzakar untuk mendirikan Negara Islam dan Hukum Islam di negeri mereka.
Selain itu, mereka juga takut dengan intimidasi dari para pengikut perjuangan Kahar Muzakar. “Mereka yang menolak bisa dibunuh mas”, tutur sang Mantri desa dengan mimik meyakinkan. Entah mengapa, akhirnya para eksodus yang berasal dari suku Bugis itu sampai terdampar di tempat ini.
Menurut ceritanya, dahulu daerah rawa ini masih rapat dengan pohon-pohon besar. Dari pohon-pohon itu pula, orang-orang Bugis mulai membangun rumah. Keberadaan pohon-pohon besar ini, menarik perhatian para pengusaha kayu untuk menebang dan kemudian menjualnya. Kegiatan menebang kayu berlangsung sampai sekitar tahun 1988. Hingga akhirnya, sudah hampir tidak ada lagi pohon besar yang mereka tebang, lalu mereka pergi. Orang-orang Bugispun menyadari itu. Di tahun itu, banyak dari mereka yang kemudian kembali pulang ke kampung halamannya.
Namun, atas bujukan salah seorang yang di-tuakan, mereka kembali datang dan mulai membangun perkampungan kecil pada tahun 1995. Mereka tidak menebang lagi melainkan membuka usaha tambak ikan. Pembukaan tambak ikan dijadikan sebagai lapangan pekerjaan baru. Seiring dengan berjalannya waktu, usahanya ini mampu mensejahterahkan kehidupan masyarakat setempat. Hingga usaha itu, kini diteruskan oleh anak-anak mereka.
Salah satu bentuk usaha lain yang begitu menjanjikan adalah usaha sarang walet. Saat ini, usaha sarang burung walet menjadi primadona masyarakat desa yang tinggal di pesisir Tulung Selapan. Betapa tidak, harga satu kilo sarang burung walet bisa mencapai 20 juta. Tidaklah mengherankan jika kita mendapati kaum perempuan disana banyak yang mengenakan emas hingga beruntai-untai dileher dan pergelangan tangan.
Kesejahteraan memang milik orang-orang yang rajin, ulet dan suka bekerja keras. Seperti apa yang terjadi di sebuah desa terpencil, yakni desa Kuala Dua Belas. Dari hanya sebuah desa terpencil, kini menjadi maju secara ekonomi. Hanya satu yang menjadi keluhan mereka, yakni status desa yang masih definitiv, sehingga mereka tidak dapat memiliki tanah dan usaha tambak yang syah dimata hukum Indonesia.
Semoga rangkaian foto-foto berikut dapat membantu menyelami kehidupan orang-orang desa Tulung Selapan.

Masyarakat Desa Kuala Dua Belas
Berbincang dengan Mantri desa.
Titian Jalan Desa Kuala Dua Belas
Bangunan Sekolah Dasar (SD).
Pasar Desa Kuala Dua Belas
Aula yang berfungsi sebagai pasar dan tempat rekreasi.
Bangunan Polindes Tulung Selapan
Polindes yang baru saja selesai dibangun.