Kaldera Gunung Lokon Tomohon Sulawesi Utara









Pulau Kawio di Kepulauan Marore

Kapal penjemput penumpang

Pulau Kawio merupakan termasuk dalam wilayah kecamatan kepulauan Marore, Kabupaten Sangihe, Propinsi Sulawesi Utara. Pulau ini hanya memiliki luas 0,9 km2 yang sebagian besar daratannya dipagari oleh tebing-tebing batu dengan hanya beberapa spot pasir putih yang berbeda. 

Kapal Perintis yang berangkat dari pelabuhan Bitung dalam rutenya melewai pulau ini, Di pulau ini tidak ada pelabuhan atau dermaga untuk berlabuh kapal-kapal besar. Bila ada penumpang yang turun ataupun penumpang yang naik, mereka biasanya menggunakan perahu kayu kecil yang bersema-sema milik warga setempat. (Foto diambil dari atas KM. Meliku Nusa)
Petunjuk menuju Pulau Kawio dapat lihat pada laman: Peta Bapontar.

Sekilas Tentang Pulau Marampit di Sulawesi Utara


Pulau Marampit secara administratif berada di dalam kecamatan Nanusa Kabupaten Talaud. Pulau ini mempunyai 5 desa dengan populasi sekitar 5.000 jiwa. Kelima desa itu diantaranya: Desa Dampulis, Laluhe, Marampit Induk, Marampit Barat dan Marampit timur. 

Kata Marampit berasal dari kata Marampin yang berarti Perlindungan. Konon, benteng ini menjadi tempat perlindungan dari serangan orang-orang Sulu (Filipina). Menurut kepala desa Marampit Timur, bahan perekat untuk menyusun tembok yang terdiri dari batu-batu karang tersebut, sama dengan bahan perekat yang dipakai untuk mendirikan candi Borobudur. 

Kesadaran masyarakat cukup tinggi dalam menjaga dan melestarikan situs sejarah ini. Namun disayangkan, karena sejarah desa masih terpapar secara lisan melalui para Ratumbanua. Semestinya telah terdokumentasi dalam bentuk buku sehingga akan menjadi data yang abadi tanpa khawatir menjadi punah.

Foto-foto berikut adalah dokumentasi Ekspedisi Garis Depan Nusantara: 92 Pulau Terluar Indonesia, wilayah Indonesia Tengah. Salah satu pulau terluar di Propinsi Sulawesi Utara adalah Pulau Marampit.


Pulau Terluar di Sulawesi Utara

Pulau Terluar di Sulawesi Utara

Pulau Terluar Indonesia

Garis Depan Nusantara

Pulau Terluar Indonesia

Aufklärung (1720 - 1785)


Aufklarung di Jerman


       Aufklärung adalah suatu pergerakan intelektual abad ke-18, yang berasal dari Eropa Barat (Inggris dan Perancis). Simbol Aufklärung adalah matahari terbit, matahari yang bersinar dan menyinari seluruhya. Metafora dari cahaya ini bermakna Akal Budi.

       Di Perancis akar dari Aufklärung berasal dari Rene Descartes (1596-1650), pernyataannya “Cogito, ergo sum” (Ich denke, also bin Ich) memulai percobaan analisa Pemikiran Murni. Baginya, Akal Budi menjadi instrumen pengetahuan yang paling penting (Rasionalisme). Pada zaman ini Ilmu Pengetahuan terpisah dari ikatannya dengan Religi.

       Dari Inggris datang ajaran Empirismus, menggantikan dari seluruh ajaran John Locke (1632-1704). Baginya, sumber pemikiran dan pengetahuan bukanlah Akal Budi, melainkan persepsi Pikiran dan Pengalaman. Pandangan ini kemudian dibangkitkan lagi oleh David Hume (1711-1776), ia mengatakan bahwa kesadaran manusia diperoleh melalui Assosiasi dan Pengalaman.

       Di Jerman G.W Leibniz (1646-1716) dipandang sebagai pelopor Aufklärung. Ajaran monade-monadenya menekankan pentingnya seluruh lapisan tingkatan dari kumpulan-kumpulan sel terkecil sampai akhirnya kepada sang Ilahi. Setiap lapisan (Monade) meminggal “seluruh kemungkinan terbaik Dunia”, dari Peralihan hingga ke dalam monade tertinggi berikutnya.

      Christian Wolff (1679-1754) menciptakan sistem filsafatnya (Konstruksi dari Aufklärung Perancis dan Inggris):Apakah logis menyimpulkan, Akal Budi, akan baik secara Moral". Kesusastraan dan Filsafat tidak berdiri di dalam Aufklärung – seperti di zaman Barock – dalam hubungannya dengan Musik, Tulisan, atau Arsitektur. Kesusastraan Aufklärung mencetak tentang upaya-upaya pedagogis. Pelajaran tentang peristiwa-peristiwa dan Akal Budi menjadi sebagai pandangan yang paling penting. Bagi Wolff, kebahagiaan menjadi tujuan manusia pada setiap Handlung.

      Menurut Gottsched (1700-1766), Kesusastraan  Aufklärung di Jerman berasal dari Alam Tiruan, yang pada abad ke-18 pemain drama dan perkembangan teori drama memainkan peranan besar. Gottsched memperhatikan Drama 'Kekasih' Perancis di dalam "Versache einen Christischen Dichtkunst" sebagai contoh teladan, melalui terjemahannya itu, ia ingin memperkenalkan kepada publik di Jerman. Gottsched mengangkat tuntutan tentang 3 kesatuan (Handlung, Tempat dan Waktu). Ia menuntut di dalam Fabel sebagai inti drama. Penampilan karakter personen di dalam drama juga penting. Karena penciptaan karakter di dalam Handlung ditentukan oleh karakter utama.
      
Sumber :
  1. Baumann – Oberle. 1985. Deutsche Literatur in Epochen. Munchen: Max Hueber Verlag.
  2. Ruttkowski, et.al. 1974. Das Studium der Deutschend Literatur. Philadelphia: National Carl Scruz Association.